Habiburrahman
El Shirazy
Penerbit
: Republika
“Cinta tidak
menyadari kedalamanya,
Sampai ada saat
perpisahan.”
-Khalil Gibran
SATU
INI nikmat ataukah azab?
“harus dengan dia,
tak ada pilihan lain!”tegas ibu.
Beliau memaksaku
untuk menikah dengan gadis itu. gadis yang sama sekali tak kukenal. Sedihya,
aku tiada berdaya sama sekali untuk melawanya. Aku tak punya kekuatan apa-apa
untuk memberontaknya. Sebab setelah ayah tiada, bagiku ibu adalah segalanya.
Dengan panjang lebar
ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada didalam kandungan aku telah dijodohkan
dengan Raihana yang tak pernah kukenal itu. kok bisa-bisanya ibunya berbuat
begitu. Pikiran orang dulu terkadang memang aneh.
“Ibunya Raihana
adalah teman karib ibu waktu nyantri di Mankuyudan Solo dulu,” kata ibu.
“ kami pernah
berjanji,jika dikaruniai anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh
tali persaudaraan. Karena itu Anakku,ibu yang telah hadir jauh sebelum kau
lahir!” ucap beliau dengan nada mengiba.
“dan percayalah pada
ibu, Anakku. Ibu selalu memilihkan yang terbaik untukmu. Ibu tahu persis garis
keturunan Raihana. Ibu tahu persis kesalehan kedua orang tuanya,” tambahanya
untuk menyakinkan diriku.
“Mbak Raihana itu
orangnya baik kok, kak. Dia ramah halus budi, sarjana pendidikan, penyabar,
berjilbab
Habiburahman El
Shirazy
dan hafal Al-Quran
lagi. Pokoknya cocok deh buat kakak,” komentar adikku,si Aida tentang calon
istriku.
“Orangnya cantik nggak?”selidikku.
“Lumayan, delapan
koma limalah,” jawab adikku enteng.
“Tapi lebih tua dari
kakak ya?” tanyaku mencari kepastian.
“Ala Cuma dua tahun
kak, lagian sekarang’ kan lagi nge-trend lho, laki-laki menikah dengan wanita
yang lebih tua. Nggak masalah itu kak. Apalagi Mbak Raihana itu baby face,
selalu tampak lebih muda enam tahun dari aslinya. Orang-orang banyak yang
mengira dia itu baru sweet seventeenth lho kak. Bener nih, serius!” propaganda
adikku berapi-api. Adikku satu-satunya ini memang pendukung setia ibu. Duh
pusing aku, pusing!
ΩΩΩ
Dalam pergaulatan
jiwa yang sulit berhari-hari,akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu.
Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya,
meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.
Ibu
Durhakalah aku
Jika dalam diriku,
Tak kau temui inginmu
Ibu
Durhakalah aku
Jika dalam diriku,
Tak kau temui legamu
Dengan hati pahit
kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku
ada kecemasan-kecemasan yang mengintai. Kecemasan-kecemasan yang datang begitu
saja dan aku tidak tahu alasanya, yang jelas, sebenarnya aku sudah punya
criteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Namun aku tidak bisa
berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai itu. saat
khitbah sekalis kutatap wajah Raihana, dan benar kata si Aida, ia memang baby
face dan lumayan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuimpikan tak
kutemukan sama sekali. Adikku, ibuku, sanak saudaraku semuanya mengakui Raihana
cantik. Bahkan tante Lia, pemilik salon kosmetik terkemuka di Bandung yang
seleranya terkenal tinggi dalam masalah kecantikan mengacungkan jempol tatkala
menatap foto Raihana. “ cantiknya benar-benar alami. Bisa jadi iklan sabun Lux
lho, asli!” komentarnya tanya ragu.
Tapi seleraku lain.
Entah mengapa. Apakah mungkin karena aku telah begitu hanyut citra gadis-gadis
Mesir Titisan Cleopatra yang tinggi semampai? Yang berwajah putih jelita dengan
hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir merah halus
menawan. Dalam balutan jilbab sutra putih wajah gadis Mesir itu bersinar-sinar,
seperti permata Zabarjad yang bersih, indah berkilau tertempa sinar purnama.
Sejuk dan mempesona.
Jika tersenyum,
lesung pipinya akan menyihir siapa saja yang melihatnya. Aura pesona kecantikan
gadis-gadis Mesir Titisan Cleopatra sedimikian kuat mengakar dalam otak,
perasaan dan hatiku, sedimikian kuat menjajahkan cita- cita dan mimpiku. Aku
heran, kenapa aku jadi begini? Dimanakah petuah-petuah suci kenabian itu
kusimpan? Apakah hati ini telah sepenuhnya diduduki oleh mata bening dan wajah
kemialu gadis Mesir? Dimanakah hidayah itu? apakah aku telah gila? Mana ada
kecantikan Cleopatra di jawa!?
Dihari-hari menjelang
akad nikah aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku pada istriku, tetapi
usahaku selalu saja sia-sia. Usahaku justru membuat diriku sangat tersiksa.
Bibit cinta yang kuharapkah malah menjelma menjadi pohon-pohon kaktus berduri
yang tumbuh yang menganjal didalam hatiku. Terkadang bibit cinta yang
kuharapkan itu malah menjelma menjadi tiang gantungan yang mencekam. Aku hidup
dalam hari-hari yang mengancam. Aku hidup dalam hari-hari yang mencekam. Aku
meratapi nasibku dalam derita yang tertahan. Ingin aku memberontak pada ibu.
Tapi teduh wajahnya selalu membuatku luluh.
Ibu, durhakalah aku
Jika dalam maumu tak
ada mauku
Tapi durhakakah aku,
ibu ?
Jika dalam diri
raihana taka ada cintaku
Oh tuhanku, haruskah
aku menikah dalam keadaan tersiksa seperti ini? Haruskan aku menikah dengan
orang yang tidak aku cintai? Dan lagi-lagi aku hanya bisa pas-pas. Sinar wajah
ibu berkilat-kilat, hadir didepan mata duh gusti tabahkan hatiku!
ΩΩΩ
Hari pernikahan itu
datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ketiang gantungan. Lalu duduk
di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. Apa mau dikata, cinta
adalah anugerah Tuhan yang tak bisa dipaksakan, pesta meriah dengan bunyi empat
grup rebana terasa konyol. Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-menusuk hati.
Inna lillahi wa ilahi rajiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati.
Kulihat Raihana
tersenyum manis, tapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwku meronta-ronta. Aku
benar-benar merana. Satu-satunya, harapanku hanyalah berkah dari Tuhan atas
baktiku pada ibu yang amat kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya !
Layaknya pengantin
baru, tujuh hari pertama kupaksakan hatiku untuk memuliakan Raihana sebisanya.
Kupaksakan untuk mesra, bukan karena cinta. Sungguh, bukan karena aku
mencintainya. Hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca
ayat-ayat nya, oh, alangkah dahsyatnya sambutan cinta Raihana atas kemesraan
yang ku merintih menangisi kebohongan dan kepura-puraanku. Apakah aku telah
menjadi orang munafik karena memdustai diri sendiri dan banyak orang?
Duhai tuhan mohon
ampunan. Aku yang terbiasa membaca ayat-ayat-Nya kenapa bisa itu menebas leher
kemanusiaanku. Dan aku pasrah tanpa daya.
Tepat dua bulan
setelah pernikahan,kubawa Raihana kerumah kontrakan dipinggir kota Malang.
Mulailah nyanyian hampa kehidupan mencekam. Aku tak menemukan adanya gairah.
Hari-hari indah pengantin baru, mana? Mana hari-hari indah itu? tak pernah
kurasakan! Yang kurasakan adalah siksaan-siksaan jiwa yang mendera-dera.
Oh, bertapa susah
hidup berkeluarga tanpa cinta. Sudah dua bulan aku hidup bersama seorang istri.
Makan, minum, tidur dan shalat bersama mahluk yang bernama Raihana, istriku.
Tapi, masya allah, bibit-bibit cintaku tak juga tumbuh. Senym manis Raihana tak
juga menembus batinku. Suaranya yang lembut tetap saja terasa hambar. Wajahnya
yang teduh tetap saja terasa asing bagiku. Sukmaku merana. “Duhai cintaa
hadirlah, hadirlaaaah! Aku ingin merasakan seperti apa indahnya mencintai
seorang isteri!” jerit batinku menggedor–gedor jiwa. Cinta yang kudamba
bukannya mendekat, tapi malah lari semakin jauh dari dtik ke detik. Pepatah
Jawa kuno bilang, Wiwiting tresno jalaran soko kulino! Artinya, hadirnya cinta
sebab sering bersama. Tapi pepatah itu agaknya tidak berlaku untukku. Aku
setiap hari bersama Raihana. Berada dalam satu rumah. Makan satu meja. Dan
tidur satu kamar. Tapi cinta itu kenapa tak juga hadir-hadir juga? Kenapa!?
Yang hadir justru perasaan tidak suka yang menyiksa. Aku kuatir, jangan-jangan
aku bisa gila! Atau aku sebenarnya tlah gila? Tapi tidak! Tidak ada yang
menyebutku gila. Aku masih bisa mengajar di kampus dengan baik. Masih bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan mahasiswa dengan baik. Tapi, dalam sejarah
kehidupan manusia banyak orang gila yang kelihatannya normal-normal saja.
Banyak juga yang kelihatannya aneh tapi sebenarnya dia tidak gila. Cinta yang
salah kedaden memang sering menciptakan orang-orang gila. Begitu juga cinta
yang tidak kesampaian. Apakah aku akan tecatat dalam daftar orang-orang gila
karena salah kedaden dalam menghayati cinta? Embuh !
Memasuki bulan
keempat , rasa muak hidup bersama Raihan mulai kurasakan. Aku tak tahu dasar
munculnya perasaan ini. Ia muncul begitu saja. Melekat begitu saja dalam
dinding-dinding hati. Aku telah mencoba membuang jauh-jauh perasaan tidak baik
ini. Aku tidak mau membenci atau muak pada siapa pun juga, apalagi pada isteri
sendiri yang seharusnya kusayang dan kucinta. Tetapi entah kenapa, perasaan
tidak baik itu tetap saja bercokol di dalam hati. Sama sekali tidak bisa diusir
dan dienyahkan. Bahkan, dari detik ke detik rasa muak itu semakin menjadi-jadi,
menggurita dan menjajah diri. Perasaan itu mencengkeram seluruh raga dan sukma.
Aku tak berdaya apa-apa.
Sikapku pada Raihana
mulai terasa lain. Aku merasakanya tapi aku tiada bisa berbuat apa-apa. Aku
lebih banyak diam,acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak diruang
kerja atau diruang tamu. Aku sendiri heran dengan keadaan diriku. Aku yang
biasanya suka romantis kenapa bisa begini sadis. Aku. Inginku. Galuku. Resahku.
Dukaku. Mengumpal jadi satu. Tak tahu aku, apa yang terjadi pada diriku.
Pikiran dan hatiku pernah duka yang tidak mengalaminya. Duka yang
bergejolak-gejolak tiada bias diredam dengan diam. Duka yang menganga
menebarkan perasaan sia-sia. Aku mengutuk keadaan dan mengutuk diriku sendiri
dalam diri:
Dukaku dukakau
dukarisau dukakalian dukangiau
Resahku resahkau
resahrisau resahbalau resahkalian
Raguku ragukau
raguguru ragutahu ragukalian
Mauku maukau mautahu
mausampai maukalian
Maukenal maugapai
Sisaku siasakau
siasiasia siarisau siakalian
Sia-sia….!
Aku merasa hidupku
adalah sia-sia. Belajarku lima tahun diluar negeri sia-sia. Pernikahanku
sia-sia. Keberadaanku sia-sia. Dan usahaku untuk berbakti pada ibu adalah
sia-sia. Aku merasa hanya menemui kesia-siaan. Sebab aku telah berusaha
menemukan cahaya cinta itu namun tak kutemukan juga, yang datang justru rasa
muak dan hampa yang menggelayut dalam relung jiwa. Bacaan Alquran Raihana tak
menyentuh hati dan perasaan. Aku bingung sendiri pada diriku. Aku ini siapa? Apa
yang sedang aku alami sehingga aku merasa sedemikian balau. Sehingga diriku tak
ubahnya patung batu.
DUA
KELIHATANNYA tidak
hanya aku yang tersiksa dengan keadaan tidak sehat ini. Raihana mungkin
merasakan hal yang sama. Tapi ia adalah perempuan Jawa sejati yang selalu
berusaha menahan segala badai dengan kesabaran. Perempuan Jawa yang selalu
mengalah dengan keadaan. Yang salalu menormorsatukan suami dan menomorduakan
dirinya sediri. Karena ia seorang yang berpendidikan, maka dengan nada
diberani-beranikan, ia mencoba bertanya ini-itu tentan perubahan sikapku. Ia
mencari-cari kejelasan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Tetapi selalu
saja menjawab,”tidak ada apa-apa kok mbak, mungkin aku belum dewasa! Aku
mungkin masih harus belajar berumah tangga, mbak!”
Ada kekagetan yang
kutangkap dalam wajah Raihana saat kupangil “mbak” ? . panggilan akrab untuk
orang lain, tapi bukan untuk seorang istri.
“kenapa mas
memanggilku”mbak”? aku ‘kan istri mas. Apakah mas tidak mencintaiku?” tanyanya
dengan gurat sedih tampak diwajahnya,.
“Wallahu a’lam!”
jawabku sekenanya.
Dan dengan mata
berkaca-kaca. Raihana diam, menunduk tak lama kemudian ia menangis terisak-isak
sambil memeluk kedua kakiku.
“kalau mas tidak
mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri kenapa mas ucapkan akad nikah itu? Kalau
dalam tingkahku melayani mas nikah ada yang tidak berkenan kenapa mas tidak
bilang dan menegurnya. Kenapa mas diam saja? Aku harus bersikap bagaimana untuk
membahagiakan mas? Aku sangat mencintaimu mas. Aku siap mengorbankan nyawa
untuk kebahagian mas? Jelas buat rumah ini penuh bunga-bunga indah yang
bermerahan? Apa yang harus aku lakukan agar mas tersenyum? katakanlah mas!
Katakanlah! Asal jangan satu hal. Kuminta asal jangan satu hal: yaitu menceraikan
aku! Itu adalah neraka bagiku. Lebih baik aku mati daripada mas menceraikanku.
Dalam hidup ini aku ingin berumah tangga Cuma sekali. Mas kumohon bukalah
hatimu untuk menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku
didunia ini.”
Raihan mengiba penuh
pasrah. Namun, oh sungguh celaka! Aku tak merasakan apa-apa. Aku tak bisa iba
sama sekali padanya. Kata-katanya terasa bagaikan ocehan penjual jamu yang
tidak kusuka. Aku heran pada diriku sendiri, aku ini manusia ataukah patung
batu? Kalau pun aku menitikkan air mata itu bukan karena Raihana tapi karena
menangis ke-patung- batu- an diriku.
Hari terus berjalan
dan komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing yang tidak
saling kenal. Raihana tidak menganggapku asing dia masih setia menyiapkan
segala untukku. Tapi aku merasa dia seperti orang asing. Aku benar-benar
meminta kepada tuhan agar otak,perasaan, dihati dan jiwa diganti saja dengan
yang bisa mencintai Raihana.
Suatu sore aku pulang
dari mengajar dan kehujanan dijalan. Aku lupa tidak membawa jas hujan. Sampai
dirumah habis magrib. Bibirku biru, mukaku pucat. Perutku belum kumasukkan
apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi, memang aku berangkat
terlalu pagi karena ada janji dengan seorang teman. Jadi aku berangkat sebelum
sarapan yang dibuat Raihana jadi. Raihana memandang diriku dengan waajah
kuatir.
“mas tidak apa-apa
kan?” tanyanya cemas sambil melepaskan jaketku yang basah kuyup.”mas mandi
pakai air hangat saja ya. Aku sedang menggodog air. Lima menit lagi mendidih.”
Lanjutnya.
Aku melepaskan semua
pakaian yang basah dan memakai sarung. Diluar hujan sedang lebat-lebatnya. Aku
merasa perutku mulas sekali. Dan kepala agak pening. Aku yakin masuk angin.
“mas air hangatnya
sudah siap?” kata Raihana.
Aku tak bicara
sepatah kata pun. Aku langsung masuk kekamar mandi dan membersihkan badan dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Aku lupa tidak membawa handuk. Selesai mandi,
raihana telah berdiri didepan pintu kamar mandi dan memberikan handuk. Dikamar
ia juga telah menyiapkan pakaianku.
“Mas aku buatkan
wedang jahe panas. Biar segar.”
Aku diam saja.
“Tadi pagi mas belum
sarapan. Apa mas sudah makan tadi siang?”
Aku merasa rasa mulas
dan mual dalam perutku tidak bisa kutahan. Dengan cepat aku berlari kekamar
mandi. Dan aku muntah disana. Raihana mengejar dan memijitnya pundak dan
tengkukku seperti yang dilakukan ibu.
“Mas masuk angin.
Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa mas, pakai balsam, minyak kayu
putih atau pakiai jamu?”tanya Raihana sambil menuntunku kekamar.
“Mas jangan diam saja
dong. Aku kan tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk membantu mas.”
“Baisanya dikerokin.”
Lirihku
“Kalau begitu kaos
mas dilepas ya. Biar hana kerokin.” Sahut Raihana sambil tangannya melepaskan
kaosku. Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihan dengan sabar
mengerokin punggungku dengan sentuhan yang halus. Setelah selesai dikerokin,
Raihana membawa satu mengkok bubur kacang hijau panas.
“Biasanya dalam
keadaan meriang makan nasi itu tidak selera. Kebetulan hana buat bubur kacang
hijau. Makanlah mas untuk mengisi perut biar segara pulih.”
Aku menyantap bubur
kacang hijau itu dengan lahap. Lalu merebahkan diri ditempat ditidur, menelusup
dibawah hangatnya selimut. Kenyamanan mulai menjalar keseluruh tubuhku. Raihana
duduk dikursi tak jauh dariku. Ia khusuk mengulang hafalan alqurannya. Di luar
hujan deras. Suara guntur menggelegar dan petir menyambar-nyambar. Aku
memperhatikan wajah Raihana . aku jadi kembali sedih. Wajah yang cukup manis
tapi tidak semanis dan seindah gadis-gadis lembah sungai Nil. Tak lama kemudian
aku tertidur dengan sendirinya. Dalam tidur aku bertemu Ratu Cleopatra pada
suatu pagi yang cerah di pantai Cleopatra, Alexandria. Ia mengundangku makan
malam diistananya.” Aku punya keponakan cantik namanya mona zaki. Maukah kau
berkenalan dengan?” kata Ratu Cleopatra yang membuat hatiku berbunga-bunga luar
biasa.
“Mona zaki, aktris
belia yang sedang naik daun itu?”tanyaku.
“Ya. Datanglah nanti
malam pukul delapan tepat. Terlambat satu menit saja kau akan kehilangan
kesempatan untuk menyuntingnya?”
“Menyuntingnya?”
“Ya. Dia meminta
padaku untuk mencarikan pengeran yang cocok untukya. Aku melihatmu cocok. Tapi
aku ingin tahu komitmen dan tangggung jawabmu. Jika aku datang terlambat maka
kau bukan orang yang bisa bertanggung jawab. Apa kau tidak mau menyuntingnya?”
“Mau, tapi..”
“Tapi kenapa?”
“Dia tidak pakai
jilbab.”
“Asal kau mau semua
bisa diatur.”
“Baiklah saya akan
datang.”
“Ingat jam delapan
tepat!”
“Jangan kuatir.”
Aku mempersiapkan
segalanya. Aku membeli stelan jas terbaik. Dan aku pergi ke salon. Pukul tujuh
malam aku sudah berada didalam mobil Limousin. Meluncur di atas jalan El Gaish
menuju istana Cleopatra dikawasan El Manshiya. Aku melewati jembatan Stenley.
Keindahan malam kota Alexandria menambah suasana bahagia dalam hati. Limousin
terus meluncur. Mercusuar pelabuhan Alexandria kelihatan. Benteng El Silsila
juga tampak tak jauh di depan. Tak lama lagi akan sampai di istana Ratu Cleopatra.
Wajah Mona Zaki terbayang di mata. Dia memang cantik tak kalah dengan Ratu
Cleopatra. Tepat pukul tujuh lima puluh menit aku sampai digerbang istana
Cleopatra yang megah. Pintu gerbang dibuka. Limousine masuk istana yang indah
itu. aku turun dari mobil. Seorang pengawal yang gagah membawaku menuju bangsal
utama. Hatiku bergetar luar biasa. Aku akan bertemu Mona Zaki dan
menyuntingnya.
“Dari sana Ratu
Cleopatra sudah menunggu bersama Mona Zaki dan kedua orangtuanya. Ratu juga
telah mengundang ma’dzun syar’i. beliau juga telah menyiapkan pesta yang mewah
setelah akad nikah. Anda sangat beruntung orang Indonesia. Anda beruntung
dipilih oleh Ratu Cleopatra untuk menjadi pendamping keponakannya. Dan anda
telah beruntung datang tepat pada waktunya. Selamat ya!” kata pengawal itu
sambil menuju bangsal utama. Dari kejauhan aku melihat Ratu Cleopatra duduk
disinggasananya. Disamping kananya ada seorang indah. Itukah Mona Zaki? Hatiku
bergetar hebat. Jika
berada di Jawa,
sangat tidak mungkin berkenalan dengan puteri keraton Solo atau Yogyakarta
apalagi menyunting mereka, ini aku, tinggal menunggu hitungan menit saja akan
menyunting puteri tercantik di Mesir. Keponakan Ratu Cleopatra. Jika nanti aku
bawa pulang ke Indonesia. Maka dengan tiba-tiba aku akan menjadi orang paling
sering nongol di televisi dan Koran-koran. Siapa yang tidak kenal kecantikan
Cleopatra? Dan Mona Zaki dalam gaun pengantinya lebih cantik dari Ratu
Cleopatra, bibirnya. Sampai dibangsal aku mengucapkan salam. Mona Zaki
tersenyum padaku. Ada satu kursi masih kosong, tepat di samping kanan Mona
Zaki!” sang ratu mempersilahkan aku menduduki kursi yang berhias berlian itu.
aku melangkah maju. Aku akan duduk disamping Mona Zaki. Hidup ini begitu
indahnya. Belum sempat duduk. Tiba-tiba………
“Mas, bangun mas.
Sudah jam setengah empat kau belum shalat isya!”
Raihana menguncangkan
tubuhku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa luar biasa. Tidak jadi menyunting
Mona Zaki, keponakan Cleopatra, aku menatap raihana dengan perasaan jengkel dan
tidak suka.
“Maafkan hana, kalau
membuat mas kurang suka. Tapi mas belum shalat isya.” Lirih hana yang belum
melepas mukenanya, dia mungkin baru saja shalat malam. Aku tidak berkata
apa-apa. Meskipun Cuma mimpi itu sangat indah seperti dalam alam nyata. Kenapa
raihana tidak menunggu sampai aku menikah dengan keponakan Ratu Cleopatra itu.
kenapa tidak menunggu sampai aku merasakan indahnya malam pertama bersamanya.
Meskipun Cuma dalam mimpi. Aku bangkit mangambil air wudhu dan shalat. Selesai
shalat aku merenungkan mimpi yang baru kualami. Sangat indah. Tapi sayang
terputus. Cleopatra dan Mona Zaki, aneh. Bagaimana mungkin Mona Zaki itu
keponakan Cleopatra. Bukankah Cleopatra hidup dizaman Romawi dan Mona Zaki
diabad ke-21. bagaimana bisa bertemu dalam ikatan darah bibi dan keponakan.
Mimpi memang sering aneh. Tak bisa dinalar. Tapi indah. Hanya saja sayang.
Diputus oleh Raihana. Aku jadi semakin tidak suka dengan dia. Dialah pemutus
harapan dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah? Bukankah dia justru
berbuat baik membangunkan aku untuk shalat? Jika sudah berkaitan dengan cinta
dan mimpi, yang salah atau benar seringkali tidak jelas batasanya. Hanya yang
diselamatkan oleh Allah yang masih berpijak pada kesadaran naluri dan berpijak
pada jalan yang benar. Dan aku?
TIGA
SELANJUTNYA aku
merasa sulit hidup bersama Raihana. Aku sendiri tidak tahu dari mana sulitnya.
Rasa tidak suka itu semakin menjadi-jadi. Aku tak mampu lagi meredamnya. Aku
dan Raihana hidup dalam dunia masing-masing. Aktivitas kami hanya sesekali
bertemu dimeja makan dan saat sesekali shalat malam. Aku sudah memasuki bulan
keenam menjadi suaminya. Dan satu bulan lebih aku tidak tidur sekamar lagi
dengannya. Aku lebih merasa nyaman tidur bersama buku-buku dan computerku di ruang
kerja.
Tangis raihana tak
juga mampu membuka jendela hatiku. Rayuan dan ratapanya yang mengharu-biru tak
juga meluruhkan perasaanku. Aku meratapi dukaku. Raihana menangisi dukanya. Dan
duka kami belum juga bertemu. Aku heran pada diriku sendiri. Orang-orang itu
begitu mudah jatuh cinta. Tapi kenapa aku tidak. Raihana yang kata tante lia
memiliki kecantikan selevel bintang iklan sabun Lux itu belum juga bisa
menyentuh hatiku. Kelembutannya yang seperti Dewi Sembodro tak juga membuatku
jatuh cinta. Kepada siapa aku harus melabuhkan duka. Seribu doa terpanjatkan
agar hatiku terbuka. Namun yang hadir tetap saja aura pesona gadis lembah
sungai Nil. Padahal banyak juga yang bilang, gadis Mesir banyak yang gembrot.
Tapi cinta adalah selera.
Dan selera orang berbeda-beda. Dan aku selalu menolak jika orang mengatakan
gadis Mesir banyak yang gembrot. Aku justru melihat jika ada delapan gadis
Mesir maka yang cantik ada enam belas. Karena banyangannya juga cantik. Aku
mungkin terlalu memuja keelokan gadis Mesir. Itulah selera. Selera adalah rasa
suka yang muncul begitu saja dalam jiwa dan terkadang susah dipahami.
Seenak-enaknya durian kalau ada orang tidak suka ya tetap tidak suka. Setidak
sukanya orang, kalau ada orang yang makan jengkol ya tetap suka.
Secantik-cantiknya Lady Diana kalau orang tidak suka ya tidak suka. Itu juga
yang kualami. Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh
cinta. Hanya entah kenapa bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.
Aku benar-benar
terpenjara dalam suasana konyol. Suasana yang sebenarya tidak boleh terjadi
pada orang mengerti seperti diriku. Tapi masalah cinta seringkali membuat orang
mengerti jadi tidak mengerti. Untuk menghibur diri suatu hari sepulang dari
mengajar. Kulihat kaset sinetron berseri Ibnu Hazm yang kubawa dari Mesir.
Sebenarnya pulang ketanah air kusempatkan membelinya di Attaba.
Dengan melihat
sinetron itu kehadiran kembali pesona kecantikan gadis-gadis titisan Cleopatra
yang jelita dalam film untuk menyeka kesedihankul. Keagungan Wafa Shadiq,
aktris muda Mesir saat memerankan Samar, wanita shalehan yang dicintai Imam
Ibnu Hazm,sungguh 19
mempesona. Dalam
jilbab sutera merah klasik model Andalusia abad kejayaan islam, auranya begitu
menyejukkan hati. Adegan pertemuan Samar dengan Ibnu Hazm yang tidak disengaja
disebuah taman diCordoba benar-benar romantis dan menyihir segenap perasaan.
Aku sebenarnya memang orang yang suka hal-hal romantis. Pada saat Samar yang
masih berstatus budak itu kembali jatuh ketangan Ibnu Hazm yang pernah jadi
tuannya aku tiada sanggup menahan tetes air mata keharuan. Bagiamana tidak
terharu , Ibnu Hazm putera seorang menteri itu telah jatuh hati dejak kecil
pada samara, gadis kecil budak ayahnya. Saat ayah Ibnu Hazm jatuh miskin
terpaksa samara dijual. Sang ayah tidak tahu yang ikatan cinta putranya dengan
budak belianya. Setelah keduanya dewasa. Ibnu Hazm jadi pemuda berilmu yang
ternama. Samara jadi budak seorang penguasa. Keduanya bertemu tak sengaja.
Gelora cinta yang membara tak bisa berbuat apa-apa. Namun kerena sebuah
karyanya yang agung Ibnu Hazm berhasil mendapatkan kembali samara. Penguasa itu
kagum pada karya Ibnu Hazm dan bersumpah akan memberi hadiah apa saja yang
diminta Ibnu Hazm. Dan Ibnu Hazm meminta samar. Dengan sebuah karya ulama agung
itu mendapatkan pujaan hatinya. Ah, andai aku jadi Ibnu Hazm yang hidup
bertenaga dengan cinta. Yang gelora cinta mampu mendorongnya melahirkan
karya-karya monumental. Menjadikan namanya terukir indah sepanjang sejarah.
Andai saja raihana mirip Wafa Shadiq atau Mona
Zaki? Oh, sungguh
berdosa aku berpikir begitu. Ya rabbi la taukhizni !
Aku kembali larut
dalam perjalanan hidup Imam Ibnu Hazm bersama istrinyam samar. Mereka hidup
penuh cinta dan kasih sayang. Samar tidak bisa sedikitpun lalai memperhatikan
suaminya. Ibnu Hazm yang dulu adalah puteranya dari tuanya. Ibnu Hazm juga
sangat setiap pada isterinya yang bekas budak. Ia tidak pernah merasa malu atau
gengsi bertemu dengan para amir dan pembesar Andalusia. Dia tidak malu disindir
punya isteri bekas budak belian. Ibnu Hazm tetap bangga dengan cintanya. Ia
bahkan tidak goyang sedikitpun ketika seorang puteri cantik anak seorang
menteri Andalusia menyukainya, ia tak goyah sedikitpun. Seribu jalan ditemuh
puteri itu untuk meluluhkan hati Ibnu Hazm tapi Ibnu Hazm tidak goyah. Ibnu
Hazm tidak mau menikah lagi. Dia teguh hanya dengan seorang isteri. Padahal
Ibnu Hazm seorang pangeran dan ulama yang terkenal. Bukan suatu hal yang aneh
jika seorang pangeran memiliki isteri lebih dari satu. Tatkala Ibnu Hazm
dipenjara kerena pemikiran-pemikirannya. Samar sangat setia menjenguknya dan
menati Ibnu Hazm keluar dari penjara. Berbagai godaan yang datang tidak
menggoyahkan cintanya pada suaminya yang terhina dipenjara. Sebuah keteladanan
cinta yang luar biasa. Aku ingin mencintai isteriku seperti Ibnu Hazm mencintai
isterinya. Dan aku ingin dicintai isteriku seperti Ibnu Hazm dicintai
isterinya.
“mas nanti sore ada acara aqiqah-an dirumah yu
imah semua keluarga akan datang, termasuk ibundamu, kita diundang juga, yuk,
kita datang bareng. Tidak enak kalau kita yang dielu-elukan keluarga tidak
datang” suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada zaman Ibnu Hazm.
Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi satu piring onde-onde kesukaanku dan
segelas wedang jahe diatas meja. Tangannya yang halus agak gemetar. Aku
dingin-dingin saja.
“ma……maaf jika mengganggu,
mas. Maafkan hana,”lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di
ruang kerja.
“mbak!eh maaf,
maksudku D….Di….Dinda hana!” panggilku dengan suara parau tercekak dalam
tenggorokan.
“ya mas!”sahut hana
langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku.
Ia berusaha bersenyum, agaknya ia bahagia dipanggil “dinda” matanya sedikit
berbinar.
“Te….. terima kasih……
di….dinda, kita berangkat bareng kesana. Habis shalat dzuhur, insya allah!”
ucapku sambil menatap wajah Hana dengan senyum yang kupaksakan. Raihana
menatapku dengan wajah sangat cerah,ada secercah senyum bersinar dibibirnya.
Perempuan berjilbab
yang satu ini memang luar biasa, ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku
dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernak melihatnya
memadang wajah masam atau tidak suka padaku . kalau wajah sedihnya ya. Tapi
wajah tidak sukanya sama sekali belum pernah. Bah. Lelaki macam apa aku ini!
Kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas dilap dinginku
selama ini, tapi setetes embuh cinta yang kuharapkan membashi hatiku tak juga
turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu! oh, bagaimana aku mengusuirnya?
Aku merasa menjadi orang yang palih membenci diriku sendiri didunia.
ΩΩΩ
Acara pengajian dan
aqiqah-an putra ketiga Yu Fatimah, kakak sulung Raihana, membawa sejarah baru
dalan lembaran pernikahan kami. Benar dugaan raihana, kami dielu-elukan
keluarga. Disambut hangat, penuh cinta. Dan penuh bangga.
“selamat datang
pengantin baru! selamat datang pasangan paling ideal dalam keluarga!” sambut yu
imah disambut tepuk bahagia mertua dan ibundaku sendiri serta kerabat yang lain
wajah raihana cerah. Matanya binar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hati
aku menangis disebut pasangan paling ideal. Apanya yang ideal? Apa kerena aku
lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik dikampusnya dan hafal alquran lantas
disbut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan isterinya. Saling
mekiliki rasa cinta yangsampai pada pengorbaana satu sama lain. Rasa cinta yang
dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia. Raihana mungkin telah mendapatkan
rasa cintanya. Selama ini ia begitu setia dan mengobankan apa saja untuk
membuatku bisa tersenyum. Ia tidak pernah mengeluh apa-apa, tak pernah
mengungkapkan tidak suka, tapi diriku? Yang celaka adalah diriku, aku tidak
bisa mengimbangi apa yang dirasakan oleh Raihana. Aku belum juga bisa
mencintainya.
“Ah Yu Iman ini
menggoda terus, sudah satu tahun kok dibilang baru.” Sahut Rihana.
“Ya masih baru tho
nduk. Namanya, pengantin baru satu tahun! Hi….hi….hi….” celetuk ibu nertua
membanyol.
“Aku juga baru lho.
Pengantin baru sepuluh tahun!
He …… he……he…. “
tukas Yu Imah disambut gerr sanak kerabat.
Sambutan sanak
saudara pada kami benar-bebar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang
sedemikian kuat menjaga kewibawananku di mata keluarga. Pada ibuku dan pada
semuanya ia tidak pernah bercerita apa-apa kecuali menyanjung kebaikan sebagai
suami, orang yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi
isteriku. Aku jadi pusing sendiri memikirikan sikapku. Lebih pusing lagi saat
ibuku dan ibu mertuaku menyindir tentang keturunan. “ sudah satu tahun putra
sulungku berkeluarga, kok belum ada tanda-tanda aku mau menimang cucu. Doakan
lah kami. Bukankan begitu,mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku. Aku
tergagap, cepat-cepat keanggukkan kepalaku sekenanya.
Setelah peristiwa
itu, aku mencoba bersikap lebih bersahabat pada Raihana. Aku berpura-pura kembali
mesra padanya. Berpura-pura menjadi suami betulan. Ya, jujur dasar cinta dan
kedendakku sendiri aku melakukannya. Dasarnya adalah aku tak ingin mengecewakan
ibuku, itu saja. Biarlah aku kecewa, biarlah aku menderita, terbelenggu persaan
konyol, asal ibuku tersenyum bahagia. Aku berharap jadi anak yang baik, jadi
orang baik namun aku tidak rahu, apakah aku bisa jadi suami Raihana yang baik?
Allah Mahakuasa.
Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai isteri ternyata membuahkan hasil.
Raihana hamil. Ia semakin manis. Sanak saudara semua bergembira. Ibuku bersuka
cita. Ibu mertuaku bahagia. Namun hatiku…..oh, hatiku menangis meratapi cintaku
yang tak jua kunjung tiba. Hatiku hamba. Tersiksa. Merana. Tuhan kasihanilah
hamba. Hadirkan cinta itu segera. Aku takut bahwa aku nanti juga tidak bisa
mencintai bayi yang dilahirkan Raihana. Bayi yang tak lain adalah darah
dagingku sendiri. Adakah didunia ini petaka yang lebih besar dari orang tua
yang tidak bisa mencintai dan menyayangi anak kandungnya sendiri? Aku sangat
takut itu terjadi padaku.
Sejak itu aku semakin
sedih. Aku semakin sedih sehingga kau lalai untuk memperhatikan Raihana dan
kandunganya. Aku hanyut mertapi nestapa diriku. Setiap saat nuraniku bertanya,”
Mana tanggung jawabmu!” aku hanya diam dan mendesah sedih. “Entahlah, betapa
sulit menemukan cinta,”gumanku pada nuraniku sendiri.
Dan akhirnya
datanglah hari itu. saat usia kehamilan memasuki bulan keenam. Raihana minta
ijin untuk tinggal bersama kedua orangtuanya dengan alasan kesana. Rumah mertuanya
sangat jauh dari kampus tempat aku mengajar.jadi ibu mertua tidak banyak curiga
ketika aku harus tetap hinggal dirumah kontrakan yang lebih dekat dengan
kampus. Ketika aku pamitan Raihana berpesan, “Mas, untuk menambah biaya
persiapan kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku! ATM-nya ada di
bawah kasur. Nomor pinnya adalah tanggal dan bulan pernikahan kita!”
EMPAT
SETELAH Raihana
tinggal di tempat ibunya, aku merasa sedikit lega. Aku tidak lagi bertemu
setiap saat dengan orang yang ketika melihat dia aku merasa tidak nyaman. Entah
apa sebabnya bisa demikian. Aku bisa bebas melakukan apa saja. Hanya saja aku
merasa sedikit repot. Harus menyiapkan makan dan minum sendiri. Juga mencuci
baju sendiri. Jika pulang setelah maghrib tak ada yang menyiapkan air hangat
untuk mandi. Tapi itu tidak jadi masalah bagiku. Toh selama di Mesir aku sudah
terbiasa makan, minum, dan mencuci sendiri. Aku membeli mie instant satu kardus
dan semuanya beres. Jika tidak masak. Bisa beli di warung makan tak jauh dari
rumah.
Waktu terus berjalan
dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan. Dan sampai
dirumah hari sudah petang. Aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku
muntah-muntah. Aku menggigil kedingingan. Kepala pusing dan perut mual. Saat
itu terlintas di hati, andaikan ada Raihana. Dia pasti telah menyiapkan air
hangat bubur kacang hijau hangat. Membantu mengobati masuk angin dengan
mengeroki punggungku. Lalu menyuruhku istirahat dan menutup tubuhku dengan
selimut malam itu aku benar-benar sakit dan tersiksan sendirian. Tak ada
makanan dan minuman. Tapi semua rasa sakit kutahan-tahan. Aku membuat mie rebus
dan wedang jahe. Minum jamu. Mengoleskan minyak kayu putih keperut.
Punggung,leher, kening telapak kaki dan telapak tangan. Lalu tidur. Aku
terbangun jam enam pagi. Badan telah segar.tapi ada penyesalan mendalam dalam
hati: aku belum shalat Isya dan terlambat shalat subuh. Baru sedikit terasa,
andaikan ada Raihana dia pasti sudah membangunkanku sehingga aku tidak lalai
shalat Isya dan terlambat shalat subuh meskipun sakit.
Dan lintasan
kehadiran Raihana itu hilang setelah aku berangkat mengajar. Dalam rutinitas
harian yang mulai padat, Raihana sudah terlupakan sama sekali. Sampai akhirnya
suatu hari dikampus ada barita yang cukup mengagetkan sesama dosen. Ketika aku
makan siang bersama pak Hardi da pak Susilo terjadilah perbincangan itu.
“Kasihan benar pak
Agung ya ?” kata pak Hardi.
“Siapa pak Agung
itu?” tanyaku.
“Dia adalah dosen
muda yang paling cemerlang keriernya dikampus ini, dalam usia yang sangat muda
dia sudah manjabat kepala jurusan. Dia menyelesaikan masternya di Australia.
Dan karena kecerdasan dan kepiawaannya dia berhasil menyunting puteri
promotornya yang cantik jelita. Secantik Nicole Kiidman. Namanya Judit Bartom.
Kau belum pernah ya melihatnya. Jika isterinya itu datang ke kampus para
mahasiswa pasti geger. Sebab memang cantik. Satu tahun yang lalu dia dapat
beasiawa melanjutkan doktornya ke Amerika. Dia dan isterinya berangkat kesana.
Akan mereka yang berusia tiga tahun juga dibawa serta. Tiba-tiba kami mendapatkan
berita yang menyedihkan. Pak agung terpaksa harus mencerikan isterinya yang
cantik itu. karena ia melihat Judit selingkuh dengan bule Amerika. Judit lebih
memilih hidup dengan kekasihnya yang Amerika itu. kau tahu sendiri kan
bagaimana hubungana ini pak Agung pulang ke Malang guna menenangkan pikiranya.
Dia sangat terpukul atas apa yang terjadi pada dirinya. Bahkan pengadilan
Amerika memenangkan Judit sebagai hak wali anaknya. Yang menyedihkan. Kata pak
soedarmaji yang masih keluarga dekat pak Agung, sekarang ini pak Agung juga
sedang menjalani terapi psikologis di rumah sakit jiwa. Katanya kekagetan dan
deperesi yang dialaminya cukup berat.”pak susilo menjelaskan
“Sungguh kasihan pak
Agung.dulu dia adalah bintang dikampus ini. Jika saja dia memilih Zaenab
daripada Judit tentu sekarang dia akan semakin cemerlang. Dan keilmuan banyak
dimanfaatkan banyak orang.”sambung pak Hardi.
“Siapa itu Zaenab ?”
tanyaku.
“Dia adalah puteri
pak Kiai Ahmad Munaji, pengasuh sebuah pesantren tahfidh alquran di batu sana.
Menurut cerita pak Soerdarmaji. Zaenab memang tidak secantik bintang film taoi
untuk ukuran didesanya bisa dikatakan kembang desa. Zaenab hafal alquran dan
kuliah di Universitas Airlangga. Ketika Agung akan berangkat ke Australia. Pak
kiai Ahmad meminta Agung untuk menikahi puterinya. Kebetulan kiai Ahmad kenal
baik dengan pak Soedamarji. Keduanya sama pernah jadi anggota DPRD. Tapi Agung
memolak. Bahkan selama di Australia berulang kali Agung diberi tahu bahwa
Zaenab siap menunggu. Tapi Agung lebih memilih judit dengan alasan lebih
berpikiran maju dan secantik sudah mengingatkan agar tidak terpedayaan oleh
pesona sementara. Kecantikan lahir bisa hilang. Tapi kecantikan batin akan
kekal. Pak Soemardaji juga mengingatkan bahwa perempuan bule tidak cocok untuk
pemuda Indonesia. Juga sebaliknya, latar belakang budaya dangat jauh berbeda.
Dari kasus yang ada bahwa pernikahan bule-Indonesia lebih banyak gagalnya. Tapi
Agung nekad. Semua saran dan nasihat tidak ia indahkan. Ia mengawini Judit.
Keluarganya hanya bisa mendoakan agar perkawinan itu langgeng seperti langgengnya
perkawinan di Jawa pada umumnya. Tapi yang yang terjadi tidak sesuai yang
diharapkan. Apa yang dikuatirkan kerbat Agung menjadi kenyataan. Judit bertemu
dengan komunitasnya. Dia berselingkuh. Bahkan menurut Iwan, teman satu kampus
Agung di Australia. Saat Agung menikahi Judit, sebenarnya Judit sudah tidak
lagi perwan. Sangat sulit menemukan gdis perwan di atas umur tujuh belas tahun
disana. Kalau dia memilih Zaenab ceitanya akan lain. Sekarang Zaenab
mendapatkan beasiswa S2 ke Perancis. Dan ia menikah dengan sorang mahasiswa
lulusan Pakistan. Sejak kecil zaenab tidak pernah tersingkap auratnya. Ayahnya,
Pak Kiai Ahmad sangat ketat menjaga akhalak dan moral anak-anaknya, Agung
sungguh keliru. Ada daging yang bersih segar dan belum tersentuh apa-apa
didepan mata, dia malah memilih daging yang terbunkus ingat tapi sejatinya
telah busuk. Dia lebih menuruti hawa nafsunya dari pada nuraninya. Padahal di
zaman edan seperti ini mencari perempuan salehah lebih sulit dari pada mencari
perempuan cantik. “terang pak Susilo.
“Dan kau sungguh
termasuk orang yang beruntung. Kata teman-teman dosen. Kau mendapatkan isteri
yang sangat ideal. Cantik.pintar karena dia terbaik dikampusnya penurut,
kelihatanya sangat setia karena dia kalau memandang pasti menunduk, tidak
pernah memandang kedepan melihat lelaki lain, dan hafal alquran. Kau sungguh
beruntung.” Kata Pak Hardi
Cerita yang kudapat
ketika makan siang dan kata-kata Pak Hardi membuat aku teringat Raihana. Dia
memang sangat setia dan sangat baik. Aku mengbandingkan diriku dengan Pak
Agung. Oh bertapa sakit rasanya didhianati isteri canti yang sangat dicintai.
Aku lalu membayangkan seandainya menikah dengan aktris cantik mesir, mona zaki.
Kemudian mona zaki main film,dan ada adegan ia hrus berciuman atau dicium lawan
mainya misalnya. Aku akan sangar cemburu dan marah. Aku tak bisa menerima
iertiku dicium lelaki lain. Apapun alasanya. Apalagi jika sampai ia
berselingkuh, aku tak akan bisa menerimanya. Dan dunia aktris adalah dunia yang
paling rawan selingkuh. Cinta dilokasi suntting adalah hal yang kerap kali
terjadi. Telah ribuan aktris didunia ini hancur rumah tangganya karena cinta
lokasi. Jadi aku sedikit masih sedikit merasa beruntung memiliki isteri Raihana
yang bukan aktris. Tapi entah kenapa aku belum juga memiliki rasa cinta
padanya. Sudah satu bulah berpisah tapi rasa rindu padanya sama sekali tidak
ada. Jika rasa rindu tak ada apakah bukan mengindikasikan bahwa rasa cinta
benar -benar tidak ada. Namun dalam hati aku mengacam, meskipun tidak cinta
kalau sampai Raihana berselingkuh dia akan aku bunuh! Akan aku bunuh! Karena
walau bagaimana pun statusnya adalah isteriku. Sebab sekonyol apapun keadaan
yang kualami aku sama sekali tidak mau sedikitpun berhati sedikitpun untuk
tertarik pada perempuna lain. Aku justru berusaha untuk mencintainya. Hanya
saja selalu tidak bisa. Selalu sia-sia entah kenapa?
Akhirnya cerita itu
pun sirna bersama detik-detik yang berlalu. Apalagi ketika aku mandapatkan
tugas di Universitas untuk mengikuti pelatihan peningkatan mutu dosen mata
kuliah bahasa Arab selama sepuluh hari yang akan diadakan oleh Depag dipuncak.
Diantara tutornya adalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi banyak
berbicang dengan beliau tentan Mesir. Dalam pelatiha aku juga berkenalan dengan
Pak Qalyubi. Dosen bahasa Arab dari Medan. Ternyata dia menempuh S1- nya di
Mesir. Dia pulang ketanah air tiga tahun sebelum aku datang keMesir. Dengan pak
Qalyubi aku banyak bernostalgia tentang Mesir. Akhirnya lama kelamaan pak
Qalyubi sangat terbuka kepadaku. Ia menceritakan satu pengalaman hidup yang
menurut pahit tapi terlanjur dijalani. Ia tak tahu apa yang akan terjadi jika
akhirnya dia nanti tidak lagi kuat menjalaninya.
“Apakah kau sudah
menikah?” tanya pak Qalyubi.
“Alhamdulillah,
sudah.” Jawabku.
“Dengan orang mana?”
“Orang Jawa?”
“Pasti isteri yang
baik. Iya kan? Bisanya pulang dari Mesir banyak sanak saudara yang menawarkan
untuk menikah dengan perempuna salehan. Paling tidak santriwati lulusan
pesantren. Isterimu dari pesantren?”
“Pernah. Ahamdulilah
dia sarjana dan hafal alquran.”
“Kau sangat
beruntung. Tidak seperti diriku.”
“Kenapa dengan
bapak.”
“Aku melakukan
langkah yang salah, aku mengambil pilihan yang keliru”
“Maksud Bapak”
“seandainya aku tidak
menikah dengan gadis Mesir itu tentu batinku tidak akan merana seperti
sekarang.”
“Isteri bapak orang
Mesir ?”
“Ya.”
“Dan bapak
menderita?”
“Benar.”
“Bagaimana itu bisa
terjadi?”
“Itulah yang terjadi.
Kau tentu tahu seperti apa gadis Mesir itu. cantik tidak menurutmu rata-rata
gadis sana?jujur saja!” “oh cantik-cantik pak. Bahkan jika ada delapan gadis
Mesir maka yang cantik enam belas. Sebab bayangannya ikut cantik.”
“Dan karena terpesona
oleh kecantikan gadis Mesir itu lah saya menderita sampai saat ini.”
“Boleh tahu ceritanya
untuk pelajaran hidup bagi saya pak?”
“Boleh. Kau bahkan
boleh menceritakan kepada siapa saja untuk dijadikan pelajaran asal jangan kau
sebut secara jelas nama dan asal-usul saya. Begini ceritanya. Saya anak tunggal
seorang yang cukup kaya dipinggir timur kota Medan. Ayah memiliki sawah dan
ladang yang cukup luas dan ibu seorang pedagang kain yang cukup sukses. Tahun
1988, saya berangkat keMesir atas biaya orang tua. Disana sudah ada kakak kelas
saya dari pesantren terkenal di Medan. Namanya Fadhil. Dia menempatkan saya di
Hayyu Sadis. Dalam satu rumah dengan teman-temanya dari Medan yang bukan alumni
satu pesantren. Karena disana masih kekerangan satu orang. Dia sendiri tinggal
di Hayyu Sabe.
Seiring berjalannya
waktu, alhamdulillah , tahun pertama saya dapat lulus dengan predikat jayyid.
Sebuah predikat yang cukup sulit diraih anak Indonesia pada waktu itu. bahkan
satu rumah hanya aku yanglulus. Yang lain rasib atau gagal. Hal sama terjadi
pada tahun kedua. selain itu saya sangat akrab dengan orang-orang Mesir sekitar
kami. Karena prestasi saya itu tuan rumah jadi sangat mengenal saya. Dia orang
yang suka pada mahasiswa yang berprestasi. Dia seorang guru SLTP negeri di
Ghamrah. Suatu kali tuan rumah berkunjung dengan mengajak anak gadisnya yang
seusia dengan saya.
Namanya Yasmin. Dia
kuliah di Fakultas Pendidikan Universitas Ain Syams. Saya belum pernah melihat
gadis secantik dia. Dia tidak pakai jilbab. Dengan pandangan pertama saya
langsung jatuh cinta padanya. Dalam hati saya bersumpah tidak akan menikah
kecuali dengan dia atau gadis secantik dia. Rasa cinta sering kali membuat
seseorang melakukan apa saja untuk menemui orang yang dicintainya. Demikian
juga yang terjadi pada saya. Minimal satu minggu satu kali saya harus melihat
wajahnya. Setiap ada kesempata sekecil apapun selalu saya gunakan dengan
sebaik-baiknya agar bisa melihat wajahnya. Termasuk saat membayar uang sewa
rumah. Biasanya tuan rumah yang datang mengambil. Tapi denga basa-basi saya
membalik keadaan sayalah yang datang ke rumah tuan rumah. Ternyata perasaan
saya tidak bertepuk sebelah tangan. Anak tuan rumah yang kecantikannya khas
Cleoptra itu juga mencintai saya. Teman-teman satu rumah juga sering kali
mengingatkan agar saya tidak melanjutkan hubungan percintaan dengan anak tuan
rumah itu. menurut mereka, hanya hal yang kurang baik yang akan saya dapatkan.
Baik ketika saya berhasil menyuntingnya atau pun tidak.
Kisah percintaan saya
dengan anak tuan rumah didengar oleh Fadhil, kakak kelas. Dia menasehati sekali
tentang hubungan pria-wanita yang sebetulnya saya sudah tahu. Fadhil membuat
garis tegas: akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan
degan menikahinya! Saya memilih yang kedua. sebab
kecatikannya membuat
saya tergila-gila. Sebuah kecantikan yang menurut saya tidak bisa ditemui pada
seluruh gadis yang ada di Medan bahkan diseluruh Indonesia.
Ketika saya
memutuskan untuk menikahi Yasmin, bahkan banyak teman-teman yang memberi
masukkan. Ada yang memberi masukkan begini, sama- sama menikahi dengan gadis
Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswa Al-Azhar yang hafal alquran, salehah dan
berjilbab. Itu lebih selamat daripada Yasmin yang sangat awam pengetahuan
agama. Seandainya pun berbeda tapi kesalehan bisa mengatasi segalanya. Ada yang
mati-matian melarangku.” Jangan menikah dengan gadis Mesir. Tuan pertama akan
merasakan enaknya. Tapi setelah itu kau akan pahit selamanya. Tidak mudah
menyatukan dua manusia yang berbeda watak dan budanyan!” kata dia. Saya tegap
pada pendirian saya yaitu menikahi Yasmin apa pun resikonya. Disamping karena
kecantikanya yang menyihir siapa saja yang melihatnya saya juga merasa sangat
prestise jika berhasil menyuntingnya.
Akhirnya, dengan
biaya yang sangat tinggi saya berhasil memperistri Yasmin. Saat itu saya sudah
tingkat tiga. Satu tahun setengah saya hidup satu rumah bersama Yasmin. Hidup
yang sangat indah. Anak pertama kami lahir. Disambut denga suka cita oleh
keluarga besar Yasmin. Namun, untuk hidup indah bersama gadis Mesir yang cantik
itu tidaklah gratis. Saya harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal. Yasmin
menuntut diberi suatu
yang lebih dari gadis
Mesir yang menikah dengan orang Mesir pada umumnya. Dia minta dibelikan mobil.
Perabot rumah yang agak mewah. Musim panas pergi keAlexandria menginap dihotel
yang berbintang dan lain sebagainya. Karena perasaan cinta yang mengelora,
semua bisa saya penuhi. Meskipun untuk itu ayah saya harus menjual sawahya
berkali-kali.
Begitu selesai S1
saya mengajak Yasmin hidup di Indonesia. Dia mau. Saya minta asset yang
miliknya di Mesir dijual untuk memulai hidup di Indonesia. Dia mau. Saya merasa
senang. Bahwa Yasmin tidak segila yang saya bayangkan. Saya tidak pernah
membayangkan bahwa itu salah satu kecanggihan Yasmin, kami pun mulai hidup di
Medan. Kami pun membeli rumah yang cukup mewah dikawasan elit Medan. Sebab
Yasmin tidak bisa tinggal di rumah orangtua saya dipinggir kota yang sepi dan
terlihat sederhana. Dia ingin rumah seperti di Mesir. Ada showernya . pakai gas
elpiji. Ada telepon, ada lemari es. Pokoknya yang sama seperti di Mesir.
Tahun-tahun pertama hidup di Medan kami lalui dengan baik tanpa ada gejolak.
Tapi tahun Yasmin mengajak pulang ke Mesir menjenguk orang tuanya. Aku masih
bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin dan orang tuanya. Gaji saya sebagai
dosen hanya cukup untuk makan saja. Hidup terus berjalan. Anak kami yang kedua
dan ketiga lahir. Biaya hidup semakin bertambah. Saya minta kepada Yasmin untuk
lebih berhemat. Tidak setiap tahun ke Mesir tapi tiga tahun sekali. Yasmin
tidak bisa. Saya mati-matian 37
berbisnis. Demi agar
semua keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir milik ayah saya
jual untuk modal. Untungnya saya anak tunggal. Bisnisku lancar. Semua yang
diinginkan Yasmin bisa saya penuhi. Tapi dalam diri saya, mulai muncul
penyelesaian setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup
tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan berdakwah dengan
baik. Tidak dikejar-kejar dengan kepentingan istri yang melangit. Dicintai
masyarakat. Saya merasa iri dengan mereka. Saya tidak mendapatkan apa yang
merekan dapatkan. Jika aku ingin makan rendang misalnya. Saya harus pergi ke
warung makan. Mana mungkin Yasmin bisa masak rendang. Ia tak mau tahu dengan
masakan Indonesia. Ia hanya mau masak dan masak cara Mesir. Saya sering melihat
teman dan tetangga dipanggil istrinya dengan panggilan mesra penuh kehormatan “
bang “. Saya sangat iri sekali. Kau tahu sendiri. Perempuan Mesir selalu
memanggil suaminya denga langsung menyebut namanya. Dan jika ada letupan atau
masalah antara kami berdua, maka rumah kami seperti neraka. Kau tau kan
bagaiman kerasnya perempuan Arab kalalu marah atau jengkel.
Puncak penderitaan
saya dimulai satahun yang lalu. Bisnis tidak selamanya untung, ada kalanya
jatuh. Tapi harus bangun lagi jika ingin eksis. Setengah tahun yang lalu bisnis
yang saya jalani jatuh. Saya harus bangun tapi perlu modal. Kekayaan yang ada
tinggal dua. Rumah mewah yang sedang di tempati berikut Yasmin. Saya minta
Yasmin menjual perhiasanya yang bernilai ratusan juta untuk modal usaha. Dia
tidak mau. Andaikan perempuan Indonesia tanpa saya minta pun dia akan
menyerahkan semua yang dimilikinya untuk modal usaha bersama. Karena larinya
tidak kemana-mana selain untuk kemakmuran keluarga. Tapi dia bukan perempuan
Indonesia ! kalau ia perempuan yang salehah meskipu dari Mesir juga akan
memberikan apa yang dimilikinya tanpa diminta. Banyak wanita salehah Arab yang
sangat dermawan dan baik pada suaminya. Syyidh Khadijah istri baginda nabi
contohnya. Tapi aku tidak tahu dia bisa dikatakan salehah apa tidak?lalu saya
minta padanya, kalau tidak mau menjual perhiasaanya ya menjual rumah mewah.
Hasil penjualan itu bisa untuk beli rumah lagi yang lebih sederhana dipinggir
kota. Dan sisa bisa untuk modal. Dia tidak menerima usul itu. dia malah
membandingkan dirinya yang hidup serba kurang-dia merasa masih serba kurang
padahal untuk ukuran gadis Medan ia sudah sangat berlebihan-dengan sepupunya
yang dapat koglomerat Mesir yang serba kecukupan. Tiap tahun sepupunya diajak keliling
Eropa. Dia merasa, seharusnya dia lebih baik dari sepupunya. Sebab dia
memilliki suami orang luar Mesir dan sepupunya hanya dapat suami asli Mesir.
Baru saya merasa sangat menyesal menikah denganya. Saya menyesal telah
meletakkan kecantikkan. Ya dia memang cantik, tapi sangat menyengsarakan batin
saya. Saya telah diperbudak oleh kecantikkan. Jika tidak melihat ketiga orang
anak baru disayangi tentu saya tidak berpikir
panjang untuk
menceraikan Yasmin. Demi anak-anak saya berusaha tetap bertahan. Saya merasa
itulah resiko yang harus saya tanggung atas pilihan hidup saya.
Mengetahui keadaan
saya yang terjepit. Ayah ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah tempat
mereka tinggal dan uangnya seluruhya diberikan kepada saya. Untuk modal. Mereka
berdua tinggal diruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Saya tak tega
sebernarnya . tapi mereka memaksa saya untuk menerimanya. Mereka telah
mengorbankan segalanya untuk saya dan keluarga saya. Saya berharap modal itu
cukup untuk bangun lagi merintis bisnis yang telah jatuh. Perlahan bisnis yang
baru saya rintis mulai menggeliat. Saat itulah Yasmin kembali berulah. Dia
minta menjenguk orangtuanya ke Mesir satu keluarga. Dia tidak mau ditunda sebab
sudah dua tahun tidak bertemu mereka. Saya minta dia mau menjual sedikit dari
perhiasan yang telah saya berikan itu untuk biaya kesana. Tapi ia tidak mau.
Menurutnya biaya kesana adalah kewajibanku. Dia mengancam, jika tidak dituruti
keinginnan dia akan bunuh diri. Akhirnya saya kembali mengalah menuruti
keinginan. Setiap kali saya melihat wajahnya yang cantik dan meminta dengan manja
saya tidak kuasa mengecewakannya. Itulah kesalahan dan kelemahan saya.
Akhirnnya kami sekeluarga pergi ke Mesir.
Waktu di Mesir itulah
puncak tragedy yang paling menyakitkan terjadi. Dalam rencana, kami disana
hanya setengah bulan. Satu malam, pada hari kesepuluh kami
berada di sana Yasmin
berkata pada saya. “ Kau ternyata tidak memberikan apa yang dimiliki lelaki
Mesir!”
Aku kaget dengan
pernyataanya itu.
“apa maksudmu?!”
tanya saya setengah membentak.
Lalu dengan tanpa
rasa berdosa sedikitpun. Yasmin bercerita bahwa tadi siang saat saya sedang
berkunjung ke teman lama yang jadi staf KBRI dia ditelpon teman dan kekasih
lamanya saat kulia dulu. Teman lamanya itu telah menjadi bisnisman sukses di
Cairo. Kebetulan istrinya baru saja meninggal dunia. Yasmin diajak makan siang
dihotelnya. Dan dilanjutkan dengan perselingkuhan.
“Sungguh menyesal aku
menikah denganmu orang Indonesia ! sungguh menyesal! Aku minta, kau ceraikan
aku sekarang juga ! aku tidak bisa hidup bahagia kecuali dengan lelaki Mesir”
kata –kata Yasmin terdengar bagaikan geledek menyambar itu terasa perih menikam
ulu hati.
Seketika itu saya
tidak dapat menahan diri. Saya pukul dia habis-habisan. Hal yang sebelumya
tidak pernah saya lakukan padanya. Saya sudah tidak kuat lagi menanggung
penderitaan dan sakit hati yang tertahan. Saya sudah mengorbankan segalanya
untuknya, tapi dia sungguh pempuan yang tidak berhati manusia. Atas tidakanya
saya dia lapor pada polisi dan keluarganya. Saya ditahan polisi Mesir beberapa
hari. Yang menyakitkkan seluruh keluarganya tidak ada yang membela saya. Bahwa
kehormatan saya sebagai suaminya telah diinjak-injak. Semuanya membela dia.
Meskipun dia mengakui telah
melakukan perbuatan
yang susah dimaafkan oleh seorang suami. Bahkan lelaki Mesir tidak segan
membunuh iseterinya jika ketahuan berselingkuh. Tapi saya tidak diperkenankan
menyentuh kulitnya meskipun dia berdosa dosa. Semua keluarganya membenarkan apa
yang dilakukan. Ayahnya bahkan memaksa saya menceraikannya. Ternyata selama di
Indonesia diam-diam Yasmin sering menulis cerita bohong pasa keluarganya. Dia
bercerita tentang penderitaanya. Tentang perlakuan saya yang jahat padanya. Dan
lain sebagainya. Penjelasan saya yang sungguhnya tidak diterima oleh mereka.
Saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya terus dipaksa untuk menceraikan Yasmin.
Tapi saya tidak serta merta menjawabnya. Saya masih teringat akan nasib tiga
anak saya.
Ketika hari kembali
ke Indonesia tiba saya ajak Yasmin ikut serta. Tapi Yasmin bersikukuh tidak
akan kembali kembali ke Indonesia selamanya. Keinginan Cuma satu, bercerai
dengan saya! Dan tatkala saya hendak membawa seluruh anak saya pulang. Yasmin
dan keluarganya mati-matian tidak memperbolehkan. Akhirnya saya hanya bisa
membawa si sulung. Kerena dia sangat dekat dengan kakek neneknya di Indonesia.
Sejak itu saya
mengalami depresi. Dua bulan yang lalu, saya mendapat surat cerai dan
pengadilan Mesir. Sekalian kali mendengar si sulung mengigau meminta ibunya
pulang tiap malam. Saya sangat menyesal,saya telah memilih jalan yang salah.
Saya telah memilih isteri yang salah. Saya menyesal telah menomorsatukankecantikan.
Istri yang cantik tapi berperangan buruk adalah saksikan yang paling
menyakitkan bagi seorang suami. Dan itulah yang aku alami. Kau beruntung sekali
tidak menikah dengan orang Mesir yang menurutmu cantik-cantik itu jika ada
delapan gadis Mesir yang cantik enam belas karena bayanganya ikut cantik. Dalam
sejarahnya, orang Indonesia yang menikah dengan orang Mesir banyak yang tidak
bahagia dan gagalnya. Yang paling tepat pemuda Indonesia adalah menikah dengan
gadis Indonesia yang paling mengerti watak dan sifat pemuda Indonesia. Kau
orang Jawa dan sangat tepat menikah dengan gadis Jawa. Kau pasti sangat bahagia
dengan pilihanmu. Aku tahu sifat perempuan Jawa sangat menghormati suaminya.
Selamat. Itulah ceritaku. Dan saya ikut palatiha ini tak lain adalah untuk
reaksi menghibur diri.”
Mendenga cerita Pak
Qalyubi saya terisak-isak. Perjalana hidup pak Qalyubi menyadarkan diriku. Aku
teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang di mata. Sudah dua tahun aku
berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan padanya menyelinap dalam hati. Dia
isteri yang sangat salehah. Tidak pernah meminta apa pun bahkan yang ada keluar
dari dirinya adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemungkaran allah
aku mendapatkan isteri seperti dia. Meskipun hati belum terbuka lebar untuknya
tapi setidaknya wajah Raihana telah menyala di dindingnya. Apa yang sedang
dilakukan Raihana sekarang ? bagaimana kandungannya? Sudah 43
delapan bulan. Sebentan
lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan
tabungannya. Tiba- tiba aku merasa ingin pulang. Ingin berjumpa Raihana.
LIMA
PULANG dari
palatiahan aku sempatkan untuk mampir ketoko busana muslim. Aku membelikan
beberapa stel busana muslimah untuk Raihana. Juga daster. Serta pakaian bayi.
Ketika malihat toko emas aku tertarik membelikan gelang untuknya. Aku ingin
membelikan hadiah kejutan untuknya. Aku ingin dia tersenyum bahagia melihat
kedatanganku.
Aku tidak langsung kerumah
ibu mertua, tempat dimana Raihana sekarang berada. Tapi terlebiha dahulu ke
rumah kontrakkan untuk memenuhi pesan Raihana, mencairkan uang tabungannya.
Sampai dirumah, aku langsung membuka kasur tempat dia tidur selama ini. Aku
tersentak kaget. Dibawah kasur itu, kutemukan puluhan kertas merah jambu.
Hatiku berdesir,darahku terkesiap. Surat cinta siapa itu ? rasanya aku tidak
pernah membuat surat cinta untuk isteriku. Gila! Jangan-jangan ini surat cinta
isteriku dengan lelaki lain. Jangan-jangan isteriku serong.awas kau…!! Dengan
diliputi rasa curiga dan penasaran. Aku takut ia berbuat yang tidak aku
inginkan. Segera kuambil tumpukan surat itu. kubaca dan kuamati betul-betul.
Aku terpana sesaat. “ benar, ini tulisan tangan Raihana sendiri. Lolu untuk siapa
Raihan menulis surat-surat cinta ini!! Gumamku dalam hati dengan penuh
keheranan. 45
Kubaca satu persatu
surat itu.
Dan…….. ya Rabbi…..
ternyata surat-surat ini adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku
zhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, mati-matian meredam
rindu akan belainku. Ia menguatkan diri menaha nestapa dan derita yangluar
biasa karena atas sikapku. Hanya Allah-lah tempat ia meratap melabuhkan
dukanya, dan…….. ya Allah, ia setia memanjatkan doa rabithah, doa ikatan cinta
dengan tulus dan ikhlas untuk kebaikan suaminya. Dan betapa ia mendambakan
hadirnya cinta sejati yang murni suci dariku.
Ya Rabbi. Tanpa
sepengetahuanku, selama dua bulan sebelum aku mengantarnya kerumah ibu mertua
ia bahkan sering puasa sunnah demi meredam hasrat biologisnya yang tak pernah
kupahami. Ia kuatkan berpuasa demi mensucikan dirinya dari jerat kehinaan.
Nyaris ia putus asa menanti cairnya cintaku. Beruntung ia memiliki cahaya Al
quran didalam hatinya.
“Rabbi dengan penuh
kesyukuran, hamba bersimpah di hadapan-Mu. Lakal Hamdu Ya Rabb. Telah engkau
mulia akan hamba dengan alquran. Kau kuatkan diri hamba dengan cahaya alquran.
Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok
dalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curanhkan tambahan kesabaran pada diri
hamba…..” tulis Raihana. Ia lawan badai derita yang menerpannya dengan doa dan
lantunan ayat suci alquran. Sungguh perempuan yang mulia dia. Hatinya begitu
putih. Jiwanya bersih.
Sedangkan aku? Oh,
betapa zhalimnya, aku selama ini. Ya Rabbi,ampunanilah hamba-Mu yang zhalimi
ini. Ampunilah ya Rabb!.
Di akhir lembaran
suratnya Raihana berdoa,
“Ya Allah inilan
hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintu-Mu.
Melabuhkan derita jiwa ini kehadiran-Mu. Ya Allah tujuh bulan sudah hamba-Mu
yang lemah ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa tega suami hamba,
ia tak mempedulikan hamba dan menelantarkan hamba. Masih kurang apa rasa cinta
hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaan hamba padanya. Masih kurang apa
baktiku padanya? Ya allah, jika memang masih ada yang kurang ilhamkanlah pada
hamba-Mu yang dhaif ini cara berahklakyang lebih mulia lagi pada suaminya.
-
Ya allah, dengan
rahmatMu hamba memohon jangan engkau murkai dia karena kelalaiannya. Cukup
hamba saja yang menderita. Biarlah hamba saja yang menanggung nestapa. Jangan
engkau murkai dia, dia adalah ayah dari janin yang hamba kandung ini. Jangan
engkau murkai dia, dengan cinta hamba telah memaafkan segala khilafanya, hamba
tetap menyayanginya, ya allah berilah hamba kekuatan untuk setia berbakti dan
memuliakanya. Ya allah,Engkau Maha tau bahwa hamba sangat mencintainya
karena-Mu. Ya sampaikanlah rasa cinta hamba ini kepadanya dengan cara-Mu yang
paling bijaksanna. Tegurlah dia dengan teguran rahmat-Mu. Ya allah,
dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang
layak disembah
kecuali Engkau. Mahasuci Engkau ya allah,sungguh hamba mengakui hamba termasuk
golongan orang-orang yang zhalim. Amin”
Tak terasa air mataku
mengalir,dadaku sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisanku meledak. Dalam
isak tangisku semua kuabaikan Raihan selama ini terbayang. Wajahnya yang teduh
dan baby face, pengorbanan dan pengabdianya yang tiada putusnya, suaranya yang
lembut. Tangisannya saat bersimpuh dan memeluk kedua kakiku, semua terbayang
mengalirkan perasaan haru dan cinta. Ya cinta itu datang dalam keharuanku.
Dalam kaharuanku terasa ada hawa sejuk turun dari langit dan merasuk dalam
jiwaku, seketika itu, pesona kecantikan Cleopatra memudar; berganti cahaya
cinta Raihana yang terbang di hati. Hatiku terasa basah. Rasa sayang cintaku
pada Raihana tiba-tiba terasa begitu kuat mengakar di seluruh syaraf dan nadi.
Dan sukmaku diliputi rasa rindu luar biasa. Cahaya Raihana terus berkali-kali
dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya untuk segera menumpakan tangis cinta
dipangkuannya. Ya allah sungguh bijaksana Engkau mengatur kahidupan. Subhanaka
ya rabbi !
Segera kukejar waktu
untuk membagi cintaku pada Raihana. Membagi rinduku yang tiba-tiba memenuhi
rongga dada. Air mataku berderai-derai. Kukebut kendaraan ku. Kupacu kencang
diiringi derai air mata yang tiada berhenti menetes di jalanan. Aku tak peduli.
Aku ingin segera sampai dan meluapkan cinta ini padanya. Padanya yang berhati
mulia. Bergitu sampai di halaman 48
Habiburahman El
Shirazy
rumah mertua, nyaris
tangisku meledak. Kutahan dengan mangambil nafas panjang dan mengusap air mata.
Melihat kedatanganku ibu mertua serta merta memelukku dan menangis tersedu-sedu.
Aku jadi heran dan ikut menangis.
“Mana Raihana Bu?”
Ibu mertua hanya
menangis dan menangis. Aku terus bertannya apa sebenarnya yang terjadi.
“Isterimu, Raihana
isterimu dan anakmu yang dikandungannya!”
“Ada apa dengan dia?”
“Dia telah tiada.”
“Ibu berkata apa?”
“isterimu telah
meninggal dunia. Satu minggu yang lalu. Dia terjatuh dikamar mandi. Kami
membawanya kerumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal dia
berpesan untuk memintakan maaf kepadamu atas segala kekurangan dan khilafannya
selama menyertaimu. Dia minta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia
minta maaf telah tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhainya.”
Hatiku bergetar
hebat.
“Ke….kenapa ibu tidak
memberi kabar kepadaku?”
“ketika Raihana di
bawa ke rumah sakit, aku sudah mengutus seorang menjemputmu kerumah kontrakkan
tapi kau tiada ada. Dihubungi kekampus kau ternyata sedang pelatihan di Jawa
Barat. Kami tak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana juga berpesan agar jangan
sampai kami mengganggu ketenganmu salama pelatihan. Dan ketika
Raihana meninggal
kami sangat sedih, kami camkan kesedihan tiada terkira. Jadi maafkanlah kami.”
Aku menangis
tersedu-sedu. Hatiku sangat pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku sedang merasakan
cinta yang membara pada Raihana, ia telah tiada. Ketika aku ingin menebus semua
dosa yang keperbuat padanya, ia telah meninggalkan aku. Ketika cintaku padanya
sedang membuncah-buncah. Rinduku padanya menggelegak-gelegak. Dan aku ingin
memuliakannya sepanjang hayatku. Aku hanya terlambat. Dia telah tiada. Dia
telah meninggalkan aku untuk selamanya tanpa memberikan kesempatan padaku untuk
sekedar meminta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan
penyesalan dan rasa bersalah tiada terkira.
Ibu mertua mengajakku
kesebuah gundukan tanah masih baru di kuburkan yang letaknya dipinggir desa.
Diatas gundukkan itu ada dua batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis
disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu, dan penyesalan yang luar
biasa. Aku menangis tersedu-sedu, ,memanggil-mangil nama Raihana seperti orang
gila. Sukmaku menjerit-jerit, mengiba-iba. Aku ingin Raihana hidup kembali.
Hatiku perih tiada terkira.
Dunia tiba-tiba gelap
semua……………
Telah selesai ditulis
Di Cairo, januari
2002.
Direvisi kembali
Di Semarang, oktober
2003.
Untuk mereka yang
menganggap
Kecantikan adalah
segalanya!