Minggu, 12 April 2015

MACAM-MACAM KEWAJIBAN (RUKUN) DAN SUNNAH WUDHU




بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد.

Para sahabat sekalian yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, pada halaqoh kali ini penulis akan memulai membahas tentang perkara-perkara yang terkait dengan kewajiban-kewajiban (rukun-rukun) dan sunnah-sunnah wudhū'.

· KEWAJIBAN WUDHŪ' ·

Dan kewajiban-kewajiban (rukun-rukun) didalam wudhū' yaitu apabila seseorang meninggalkan rukun/kewajiban tersebut maka wudhū' nya menjadi tidak sah.

Di dalam banyak pembahasan bahwa kewajiban (al-fardhu) dan rukun adalah kata yang bersinonim (maknanya sama).

Al-wudhū'u (الوُضُوْعُ):

· Secara bahasa dia berasal dari الوَضَاءَةُ (kebaikan/kebersihan)

· Secara istilah adalah menggunakan air untuk membersihkan anggota wudhū' yang telah ditentukan didalam ayat.

Allāh Ta'āla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ...

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melaksanakan shalat maka basuh/cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai ke siku serta usaplah kepala kalian dan basuhlah kaki-kaki kalian sampai ke mata kaki..."
(Al-Maidah 6)

Disini mushannif mengatakan :

Dan kewajiban/rukun dalam wudhū' ada 6 perkara (secara ringkas) yaitu :

① Niat pada saat membasuh muka
② Membasuh muka
③ Membasuh/mencuci kedua tangan sampai siku tangan
④ Mengusap sebagian kepala
⑤ Membasuh/mencuci kedua kaki sampai dengan mata kaki
⑥ Berurutan/tertib sesuai dengan apa yang telah disebutkan.

Sebelum kita menerangkan furūdhul wudhū', kita akan menyebutkan :

· SYARAT-SYARAT WUDHŪ' ·

❶ Islam.
❷ Tamyiz (bisa membedakan).
❸ Taklīf (seorang yang baligh dan berakal).
❹ Bersih dari haidh dan nifas.
❺ Air yang dipakai adalah air yang thahūrun (suci dan mensucikan).
❻ Menghilangkan penghalang yang menghalangi antara air dengan kulit, seperti cat dan lainnya, karena akan menghalangi sampainya air ke kulit.

· KEWAJIBAN-KEWAJIBAN WUDHŪ' ·

① · NIAT

Berdasarkan sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :

إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

"Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya."

Oleh karena itu didalam madzhab SyāFi'i disebutkan bahwasanya waktu niat yang wajib adalah "manakala seseorang hendak membasuh wajahnya".

Karena wajah adalah anggota pertama yang wajib dibasuh. Apabila berniat sebelum itu maka hukumnya menjadi mustahab, seperti berniat pada saat mulai mencuci kedua telapak tangan.

Tentang masalah niat, terdapat khilaf para ulama, apakah dia termasuk kewajiban atau sunnah dalam wudhū'.

② · MENCUCI WAJAH

Dalil :

Firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

... فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ...

"... Basuhlah wajah-wajah kalian..."َ

• Maksud al-ghasl (mencuci) yaitu mengalirkan air pada anggota wudhū' dan meratakannya.

· Maksud al-wajh (wajah) menurut Ibnu Katsir bahwasanya batasan wajah menurut para ahli fiqh :

√ Panjangnya : mulai tumbuhnya rambut di kepala atas sampai ujung dagu.
√ Lebarnya : antara kedua telinga.

Membasuh wajah, para ulama ittifaq (bersepakat) bahwa wajah termasuk anggota tubuh.

③ · MEMBASUH KEDUA TANGAN SAMPAI KEDUA SIKU

Dalil :

Firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :

... وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ...

"...Dan cucilah kedua tangan kalian sampai (kedua) siku..."

· Makna إِلَى adalah مَعَ atau maksudnya siku termasuk didalam anggota wudhū'.

· Maknanya disini adalah wajib meratakan air ke seluruh kulit maupun bulu yang ada ditangan dan menghilangkan segala sesuatu yang menghalangi air tersebut sampai kepada kulit.

④ · MENGUSAP SEBAGIAN KEPALA

Allāh Ta'āla berfirman :

... وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ...

"...Dan usaplah (sebagian dari) kepala kalian..."

Ini adalah pendapat di kalangan Asy-Syāfi'iyyah dengan berdalil pada bahwa huruf ب di ayat tersebut adalah bermakna litab'īdh (sebagian), bukan seluruhnya.

Namun pendapat yang rajih/kuat adalah pendapat jumhur dari kalangan Malikiyyah, Hanabilah dan yang lainnya; yaitu bahwa "Merupakan kewajiban adalah mengusap seluruh kepala".

Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Syaikh Bin Bāz, Syaikh 'Utsaimin dan Syaikh Al-Albāni.

Dalil :

⑴ Bahwasanya huruf ب pada ayat diatas tidaklah menunjukkan makna sebagian.

Hal ini diperkuat dengan beberapa keterangan dari hadits-hadits yang lain.

⑵ Hadits yang menerangkan tentang tata cara wudhū' Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menunjukkan bahwasanya yang dimaksud mengusap kepala adalah seluruh kepala (bukan sebagiannya).

Namun demikian, dikalangan Syāfi'iyyah juga bersepakat bahwa merupakan kesempurnaan adalah apabila mengusap seluruh kepala.

Akan tetapi apabila hanya sebagian kepala diusap maka tetap sah.

Pendapat yang benar adalah pendapat jumhur yaitu bahwasanya mengusap kepala adalah termasuk kewajiban dalam wudhū'.

Dalil jumhur :

Hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :

...فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ...

"...Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memulai kedua tangannya dari depan dan mengembalikkannya dari belakang..."

...بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ, حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ, ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ

"...Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mulai dari depan kemudian ditarik belakang sampai tengkuknya, kemudian dikembalikan lagi kedepan ke tempat Beliau memulai mengusap kepalanya nya..."

(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

· Lalu, berapa jumlah usapan yang dilakukan?

Pendapat jumhur bahwasanya jumlah usapan yang dilakukan hanya sekali saja dan tidak disyari'atkan untuk diusap berulang-ulang, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :

...فَمَسَحَ رَأْسَهُ فَأَقْبَلَ بِهٍمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً...

"...Kemudian Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam mengusap kepalanya dimulai dari depan dan dikembalikan dari belakang sekali saja..."

(HR. Bukhari Muslim dengan lafazh dari Muslim)

· Hukum mengusap telinga ·

Dalam madzhab SyāFi'iiyyah bahwasanya mengusap telinga termasuk ke dalam sunnah wudhū', bukan masuk ke dalam wajib wudhū'.

Namun yang dirajihkan oleh Syaikh Bin Bāz, Syaikh 'Utsaimin dan merupakan fatwa Lajnah Dāimah adalah pendapat Hanābilah yang mengatakan bahwa "Wajib hukumnya mengusap telinga."

Dalil :

Hadits dari Ibnu 'Umar bahwasanya beliau berkata :

...الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ...

"...Bahwasanya kedua telinga termasuk dari kepala..."

(Hadits riwayat Daruquthni dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahīhul Jāmi')

Oleh karenanya wajib mengusap telinga sebagaimana wajib mengusap kepala karena telinga mengambil hukum kepala.

Tata cara mengusap kepala yaitu dimulai dari depan kemudian ditarik ke belakang sampai tengkuk, kemudian dikembalikan lagi ke depan sampai dimulainya usapan tadi.

Kemudian mengusap kedua telinga bagian depan, luar maupun dalam tanpa mengambil kembali air yang baru.

⑤ · MEMBASUH KEDUA KAKI SAMPAI MATA KAKI

Dalil 1) :

...وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ...

"...Dan membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki..."

Dan makna إِلَى disini sebagaimana yang telah disebutkan yaitu maknanya مَعَ, membasuh kedua kaki dan juga sampai kedua mata kakinya.

Dalil 2) :

Ijma' para ulama bahwasanya wajibnya mencuci kedua kaki sampai mata kaki (mata kaki adalah termasuk bagian tubuh yang harus dicuci).

Dan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah memperingatkan dengan peringatan yang keras saat seorang shahabat yang ada sebagian dari kakinya yang tidak terbasuh, padahal hanya kecil (sebesar mata uang).

Maka kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam :

ويل للأعقاب من النار, إسبغ الوضوع

"Celakalah kaki-kaki (yang terbuat) dari api-api neraka, sempurnakanlah wudhū'."

(Hadits shahih riwayat Ahmad)

Maksudnya adalah celakalah bagi pemilik-pemilik kaki yang melalaikan didalam menyempurnakan wudhū' nya didalam mencucinya.

Oleh karena itu para sahabat, hendaknya kita mawas diri dan berusaha untuk menyempurnakan wudhū' kita.

⑥ · BERURUTAN

Yaitu melakukannya secara berurutan sesuai dengan perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan rukun tartib dalam berwudhū' adalah termasuk fardhu sehingga tidak sah seseorang apabila dia berwudhū' tidak sesuai dengan urutan yang telah diperintahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ini adalah pendapat jumhur dikalangan SyāFi'iiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah dan juga pendapat yang dipilih oleh Syaikh Bin Bāz, Syaikh 'Utsaimin dan juga fatwa Lajnah Daimah.

Dan tidak disebutkan dalam matan bahwasanya termasuk furūdhul wudhū' dari kalangan jumhur selain Syāfi'iyyah adalah :

⑦ · MUWĀLAH

Maksudnya adalah seseorang mencuci bagian anggota wudhū' langsung setelah dia selesai mencuci dari anggota wudhū' yang sebelumnya.

Muwālah ini termasuk furūdhul wudhū' di dalam madzhab Malikiyyah dan Hanabilah seta dipilih oleh Syaikh Bin Bāz dan Syaikh 'Utsaimin.

Adapun madzhab SyāFi'iyyah maka muwālah tidak termasuk didalam rukun wudhū' sehingga tidak disebutkan dalam matan.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberikan taufiq kepada kita agar kita dapat beribadah sesuai dengan tuntunan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan terhindar dari peringatan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terhadap orang-orang yang tidak menyempurnakan wudhū' nya, yang meremehkan wudhū' nya dan meremehkan thaharahnya.

Tidak ada komentar: